Malang. Hai senja batu Lepek 21 Juli 2015 tepatmu pantai batu Bengkung. Senjamu sejingga temarammu hari itu, bukan lagi. Aku melihatmu dengan aksen penambah tepat dimataku, bukan lagi indah melainkan teramat indah. Gulungan dibawah langitmu seperti nyanyian merdu penghantar lelap, yang terpijak sebersih langitmu hari ini. Tapi tidak dengan pijakan menuju tempatmu yang siap mengucurkan segarnya didalam tubuhku. Hamparan hijau menambah warna pada lukisan mataku. Debur temanmu sungguh indah semakin kurasa, dengan nyanyian sepoi angin berhembus entah kemana arahnya. melayang segerombol tepat diatasku, mencari penghidupan di debur temanmu. Sungguh pemanjaan mataku hari ini, karunia Tuhan yang baru terasa kulihat. Hai lukisan dimataku ciptaanNya, terimakasih untuk pengobat indraku hari ini.
Jumat, 07 Agustus 2015
Senja Sejingga Pantai Bengkung
Malang. Hai senja batu Lepek 21 Juli 2015 tepatmu pantai batu Bengkung. Senjamu sejingga temarammu hari itu, bukan lagi. Aku melihatmu dengan aksen penambah tepat dimataku, bukan lagi indah melainkan teramat indah. Gulungan dibawah langitmu seperti nyanyian merdu penghantar lelap, yang terpijak sebersih langitmu hari ini. Tapi tidak dengan pijakan menuju tempatmu yang siap mengucurkan segarnya didalam tubuhku. Hamparan hijau menambah warna pada lukisan mataku. Debur temanmu sungguh indah semakin kurasa, dengan nyanyian sepoi angin berhembus entah kemana arahnya. melayang segerombol tepat diatasku, mencari penghidupan di debur temanmu. Sungguh pemanjaan mataku hari ini, karunia Tuhan yang baru terasa kulihat. Hai lukisan dimataku ciptaanNya, terimakasih untuk pengobat indraku hari ini.
Kamis, 06 Agustus 2015
Senja dalam Temaram Jingga
Temaram parafrase enggan menepi, memudar enggan,
menghilang pun enggan. Entah bagaimana inginnya, seperti yang bukan tereka
lagi. Masih pada senja yang sama menepikan yang tersamar, menepikan yang
memudar perlahan, menepikan yang terlihat. Jingga elok Mudita senja dalam diam,
bukan lagi. Senja bergeliat pada Fakuaro yang kian menjelma bersama malam.
Kisah yang tereka
menepikan yang menerka, pada ia yang tak ingin lagi terlihat. Mati tak bernama,
bersama nada kisah bersama mimpi. Lakuna pun masih terasa membayangkan yang tak
bisa terbayang, entah bagaimana awalnya entah bagaimana akhirnya. Ia yang akan
dijuluki derai bahagia sontak berubah bukan lagi. Bukan, ia bukan derai bahagia
ia menghilang setelah pelangi datang kemarin sore. Saat menunggu senja yang tak
lagi datang dengan keterasingan, aku sendiri.
to be continue . . .
Langganan:
Postingan (Atom)