Kamis, 05 Juni 2014

AKU MENYEBUTNYA MERAH SALJU




            Mataku tertarik pada yang menarik disana, tepat didepanku. Kutemukan mata purnama teguh tertunduk malu dihadapku kusebut ia Merah salju dan aku Ila. Di warung kopi itu kelekatkan pandanganku, mengharap ada yang berbeda disana, cepat kutemukan dengan sedetik waktu, tak lama aku menyelaminya, masuk kedalam mata purnama, benar aku tlah menemukannya pikirku pendek seraya membuyarkan anganku yang entah bercecer kemana perginya. Kulontarkan sepatah kata padanya, ia membalas, dengan wajah tertegun aku tetap terus menyelaminya. Tak lama, senja tlah berpulang, gelap mulai menyeruai kejam, mengoyak tulang belulangku, dingin mulai mencuat, sebanarnya, tetapi hangatnya masih kurasa meski ia tlah bersujud meninggalkanku sesaat. Dentingan meliuk menari tak terasa, ku akhiri pertemuan mata purnama kali ini diiringi hangat senyum Merah salju.
            Kulanjutkan pertemuan selanjutnya, sekali, berkali-kali bahkan tak dapat kuhitung berapa kalinya. Mata purnamanya masih hangat, senyum sapanya masih sama. Dengan harapku kutiti jejaknya, kutilam perlahan ia di lubukku, kupatri ia direlungku meski ku tak tahu bagaimana ia rasa padaku, nyatanya aku tetap melakukannya, selalu dan terus. Dengan penuh harap, ia perlahan membalas perlahan, entah siapa yang sebenarnya melakukannya terlebih dahulu, aku tidak malu untuk mengakui bahwa aku lebih awal, atau mungkin sebaliknya, yang jelas hariku serasa bernuansa saat ini.
Putaran hari berlalu cepat tak terasa, hingga kudapati pesan yang membuatku terbelalak sesaat
<Merah Salju +628xxxxxxxxx>
 Sejenakku melupakan penatnya dunia pendidikan
Untuk mengaplikasikan apa yang sudahku raih
Tapi sejenak ku tak bisa melupakan dirinya yang kan menungguku kembali
Untuk meraih cita-cita dan harapan bersama
Ku merindu dan berharap pertemuan lagi

19/07/201x 18:54:04

Sejenakku memahami, bulan suci akan segera berlalu, tentu saja ia akan berpulang pada muara asalnya, ku iringi perginya dengan degup rasa tak menentu,  entah mengapa akan ada yang lain ketika ia kembali pada mataku nanti.
Ku tunggu ia dipesisir senja, ia datang lagi tepat dengan mata purnama yang masih saja sama hanya gundah itu tak bisa ia kelak, dengan mata purnama yang berbinar dengan rasa yang aku tak tahu apa itu, ia lontarkan yang menurutku akan membuat jantungkku berdecit untuk sekian detik, dan benar adanya, setelah ia berpulang ia membawa cerita baru untukku dan dia, inilah awal dimana kisahku dengan  merah salju dimulai. Tembok besar menghadang tepat diantara aku dan merah salju.
Ku lakoni sesuai dengan alur yang menurutku akan menjadi indah jika aku dapat melalui dan bersabar, bulan pun cepat berganti. Bulan dingin dipenghujung tahun seoalah menyatu denganku kala itu, angin busuk menguak di telingaku siang itu di kedai bergaya bambu 

to be continue .......