Mataku tertarik pada yang menarik disana, tepat
didepanku. Kutemukan mata purnama teguh tertunduk malu dihadapku kusebut ia
Merah salju dan aku Ila. Di warung kopi itu kelekatkan
pandanganku, mengharap ada yang berbeda disana, cepat kutemukan dengan sedetik
waktu, tak lama aku menyelaminya, masuk kedalam mata purnama, benar aku tlah
menemukannya pikirku pendek seraya membuyarkan anganku yang entah bercecer
kemana perginya. Kulontarkan sepatah kata padanya, ia membalas, dengan wajah
tertegun aku tetap terus menyelaminya. Tak lama, senja tlah berpulang, gelap
mulai menyeruai kejam, mengoyak tulang belulangku, dingin mulai mencuat,
sebanarnya, tetapi hangatnya masih kurasa meski ia tlah bersujud meninggalkanku
sesaat. Dentingan meliuk menari tak terasa, ku akhiri pertemuan mata purnama kali
ini diiringi hangat senyum Merah salju.
Kulanjutkan pertemuan selanjutnya, sekali, berkali-kali
bahkan tak dapat kuhitung berapa kalinya. Mata purnamanya masih hangat, senyum
sapanya masih sama. Dengan harapku kutiti jejaknya, kutilam perlahan ia di
lubukku, kupatri ia direlungku meski ku tak tahu bagaimana ia rasa padaku,
nyatanya aku tetap melakukannya, selalu dan terus. Dengan penuh harap, ia
perlahan membalas perlahan, entah siapa yang sebenarnya melakukannya terlebih
dahulu, aku tidak malu untuk mengakui bahwa aku lebih awal, atau mungkin
sebaliknya, yang jelas hariku serasa bernuansa saat ini.
Putaran
hari berlalu cepat tak terasa, hingga kudapati pesan yang membuatku terbelalak
sesaat
<Merah Salju
+628xxxxxxxxx>
Sejenakku
melupakan penatnya dunia pendidikan
Untuk mengaplikasikan apa yang
sudahku raih
Tapi sejenak ku tak bisa melupakan
dirinya yang kan menungguku kembali
Untuk meraih cita-cita dan harapan
bersama
Ku merindu dan berharap pertemuan
lagi
19/07/201x
18:54:04
Sejenakku
memahami, bulan suci akan segera berlalu, tentu saja ia akan berpulang pada
muara asalnya, ku iringi perginya dengan degup rasa tak menentu, entah mengapa akan ada yang lain ketika ia
kembali pada mataku nanti.
Ku
tunggu ia dipesisir senja, ia datang lagi tepat dengan mata purnama yang masih
saja sama hanya gundah itu tak bisa ia kelak, dengan mata purnama yang berbinar
dengan rasa yang aku tak tahu apa itu, ia lontarkan yang menurutku akan membuat
jantungkku berdecit untuk sekian detik, dan benar adanya, setelah ia berpulang
ia membawa cerita baru untukku dan dia, inilah awal dimana kisahku dengan merah salju dimulai. Tembok besar menghadang
tepat diantara aku dan merah salju.
Ku
lakoni sesuai dengan alur yang menurutku akan menjadi indah jika aku dapat
melalui dan bersabar, bulan pun cepat berganti. Bulan dingin dipenghujung tahun
seoalah menyatu denganku kala itu, angin busuk menguak di telingaku siang itu
di kedai bergaya bambu
to be continue .......