SENJA UNTUK NIBIRU
Di
Nibiru tempat tinggalku, hujan setia hari rabu, dan reda pukul satu, di meja
kayu bangku berdecit, aku menunggu ditemani soda biru dan sebungkus rokok. Di
Nibiru aku mengadu temapt rintih laraku mengadu, kuhisap rokokku hingga tulang
kerangkaku mengilu dan seakan ingin kukatakan ini duniaku, aku bebas di Nibiru
tak terpenjara dari beban belenggu. Tak ada sebebas di Nibiru, semua kerja
hanya untuk makan dan sekedar membeli soda, tak membeli radio atau TV berwarna.
Perkenalkan aku Mimin dan Kikan temanku. Aku pria berambut acak dengan kaos
bertuliskan “FUCK TERRORIS” celana
pendek kusut dan memakai sandal jepit, sedang Kikan Wanita berkacamata yang
selalu menggunakan masker dan dilehernya bertuliskan haram memakai celana jeans
hitam. Kami berdua penduduk Nibiru, bekerja di salah satu cafe di ujung jalan
St.Morino.
Putaran
jam terasa cepat bagi mereka kali ini, tak terasa senja mengintip malu di
ufuknya, angin sepoi menelitik bulu penghuni Nibiru, seakan ingin menyematkan
pada sela jari-jari penghuni Nibiru. Jam kerjapun tlah usai, tapi Kikan enggan
cepat kembali pulang Cafe sudah tutup sejak 1jam yang lalu, Miminpun menghilang
2jam yang lalu lalu tapi disudut pelataran Cafe Kikan termenung dalam lamunan
senja itu, tertegun seorang diri, dihadapannya terdapat secangkir soda biru
pekat mengepul seraya ingin menari menyapa senja. Disampingnya terdapat
sejumput mawar hitam mengarah kearah Kikan.
Aku
datang dengan tergopoh-gopoh, dengan nafas terengah aku kembali ke Cafe, aku berhenti
sejenak, dari kejauhan kudapati Kikan
menatap senja Nibiru.
”apa
yang ia lakukan?”apa yang ia pikirkan?apa yang ia lamunkan?” benakku.
Dengan
nafas yang masih tergopoh aku mendekati Kikan yang termenung di pinggiran
pantai Nibiru.
“Takkah
kau lelah berdiri menatap lekat seperti itu padaku?cepat duduk dan jangan
memandangku seolah kau ingin memakanku seperti itu!” Ujar Kikan dengan cuek
padaku.
“Tak
perlu kau secuek itu padaku, apa yang kau lakukan disini?bukankah Cafe sudah
tutup sejam yang lalu.” Ujarku menimpali kata Kikan.
“Yah,
ak ingin membual dengan sejuta rasa penasaran tentang sore ini, takkah kau
rindu dengan Bumi?takkah kau rindu Neni?”. Lirih Kikan.
“Itukah
yang kau lamunkan sejak tadi?tentu, aku merindukan mereka yang berada di Bumi,
inginkah kau kembali?”
“Yah,
entah mengapa aku terasa bosan di Nibiru, aku merasa sepi disini tak seperti d
Bumi, kerja hanya untuk secangkir soda biru seperti katamu, aku merindukan
sahabatku Misa”.
“Kau
memilih berada di tempat ini, bagaimana bisa kembali kau ini sungguh lucu Ink.”
Ink
adalah panggilanku untuk Kikan dan dia memanggilku Am, terdengar aneh
sepertinya tapi kami sudah terbiasa dengan panggilan itu.
“Jangan
meledekku, kuwalat kau nanti Am”. Sambil berlalu meninggalkan Cafe.
“hey,
tunggu aku Ink”. Aku berlari mengejar Kikan meninggalkan Cafe senja terkalahkan
gelap, iya gelap mulai datang, malampun menggantikan senja indah kali ini.
Esoknya
Merah
jingga mulai menyatu dengan gelap malam, ada yang berbeda senja kali ini. Neni
duduk disebelahku menggambarkan sebuah isyarat, ada yang bergeming sepasang
mata itu, ada yang tersirat di wajah Mimin, Neni ingin mereka apa yang kupikirkan.
“Tentu
kau tau kedatanganku”
“Iya,
aku mengerti mengapa kau sekarang berada disisiku” Jawabku dengan sejumput
Senyuman.
“Lantas,
apa yang akan kau lakukan?”
“Akan
aku pikirkan, secepatnya akan kuputuskan”
“Sampai
kapan?” Dengan penuh harap.
“Tunggu
saja, dibenakku sudah ada yang kuputuskan tinggal aku memantapkannya”
“Baiklah,
kau akan meninggalkannya berapa lama?”
“Entah,
mungkin 1tahun, aku tak tahu” tak ada ekspresi di wajahku.
Tak
ada lagi perbincangan kembali, semua berasa senyap, sunyi, sepi, hanya udara
yang bersua lembut seakan ia ingin berbicara kepada mereka mengapa kalian
membisu, mengapa tak kalian ramaikan kembali Nibiru senja kala itu.
Kikan
sibuk dengan secangkir soda biru dan kedai yang perlahan meramaikan telinga
kika, tetap saja ia merasa sepi tak bersua dibenaknya, ia mulai bosan dengan
Nibiru terbesit dibenaknya ia merindukan Misa, teman berkeluh bosan di Bumi,
“apa kabarnya?bagaimana dia?aku merindukanmu Mis” bulir bening menetes pilu di
pipi merah senja itu. Tak ada lagi kejadian, semua membisu.
Saat semua terasa semu dan tak adil
bagi mereka
Aku mulai membisu dengan sebongkah
asa
Dengan berjuta tanya dalam benak
diri
Akankah semua terasa sama
Bagai temaram yang pudar sebelum
berlalu
Aku enggan mengadu dalam luluhnya
Bersama malam yang tak kunjung
pergi
Aku ditimang dalam sebuah keresahan
Ada yang bergeming kala malam tak
kunjung pulang dalam pagi
Ada harap yang tak kunjung datang
Udara menyibak semerbak malam
Aku terbuai Nibiru
Tersadar
lamunanku di buyarkan sosok yang tak asing bagi indraku, Mimin disana berjalan
dalam temaram lampu pinggiran kedai, ada yang berbeda, iya disebelahnya seorang
wanita berkacamata, anggun, lesung pipit tertekuk jelas di senyumnya. Dengan
mereka cukup lama tak disadari Mimin berada tepat disebelahnya bersama wanita lesung
pipit.
“Apa
yang kau lamunkan?mengapa seperti orang kesurupan saja.”
“Tidak
ada, hanya saja, aku ingin bertanya padamu, emmm, siapa...”
“Ini kekasihku Neni di Bumi, tentu itu kan yang akan kau tanyakan padaku?.” Dengan
wajah sinis dan sedikit senyuman kecut.
“ Mengapa kau tampak gusar?apa yang terjadi?”.
Tanya Kikan
“Aku
akan pulang ke Bumi, mungkin besok atau selambatnya lusa, kau bersedia ikut?”
Jawabku penuh hati-hati
“Kau
bilang kau takkan kembali, sekarang kau termakan oleh omonganmu sendiri Ding,
mengapa kau ke Bumi?karena Kekasihmu?” Jawaban Kikan dengan kesal selaras
dengan suara Cafe yang semakin gaduh.
“Mungkin,
yang jelas aku akanpulang ke Bumi, bukankah kau rindu dengan Bumi?kita pulang
bersama”
“Tidak,
kau pulanglah, aku tetap disini, aku tak kan kembali ke Bumi, Nibiru tempatku
saat ini, kau akan kembali?”
“Mungkin,
kau tunggu saja aku, aku takkan membiarkan sahabat sepertimu sendiri disini.”.
Setahun
berlalu, kuraskan senja-senja Kikan tak hangat dulu bersamaku, tentu ia
sendiri, aku ingin menemui di Nibiru, aku ingin kembali bersamamu kawan.
Lamunanku dibuyarkan oleh bunyi e-mail masuk di laptopku, kutemukan
disana berjejer tulisa, iya itu dari Kikan, secepatnya kubuka.
Senjaku tak lagi jingga, mawar
hitamku semakin layu di pot ini
Soda biru tak lagi mengepul panas, Bagaimna
engkau disana?
Aku merindukan senja bersamamu,
sahabat
Cepat kembali, Senja Nibiru tentu
kan menyambutmu kelak, kau kembali
Ku tunggu kedatanganmu
Tentuku
kan kembali, Sahabat, untuk senja di Nibiru.