semenjak mataku enggan beradu dalam temaram yang tlah berlalu
aku mulai menjelma bersama sinkronisasi bayang jingga
menyikap, bersua dengan senja yang seolah mengalahkan semua rasaku
melewatkan masa yang pernah hadir dalam memoarku
mungkin relungku bahagiaku tlah menipis, atau bagaimana aku tak tahu
Tuhanku yang tahu, kupasrahkan saja
semoga ku temukan pelangi pada saatnya nanti
Minggu, 13 April 2014
Senin, 07 April 2014
Nibiru
Di Nibiru tempat tinggalku, hujan
setia hari rabu, dan reda pukul satu, di meja kayu bangku berdecit, aku
menunggu ditemani soda biru dan sebungkus rokok. Di Nibiru aku mengadu tempat
rintih laraku mengadu, kuhisap rokokku hingga tulang kerangkaku mengilu dan
seakan ingin kukatakan ini duniaku, aku bebas di Nibiru tak terpenjara dari
beban belenggu. Tak ada sebebas di Nibiru, semua kerja hanya untuk makan dan
sekedar membeli soda, tak membeli radio atau TV berwarna. Perkenalkan aku Mimin
dan Kikan temanku. Aku pria berambut acak dengan kaos bertuliskan “FUCK
TERRORIS” celana pendek kusut dan memakai sandal jepit, sedang Kikan Wanita
berkacamata yang selalu menggunakan masker dan dilehernya bertuliskan haram
memakai celana jeans hitam. Mereka berdua penduduk Nibiru, bekerja di salah satu
cafe di ujung jalan St.Morino. dengan wajah tertekuk Mimin menelusur sepanjang
jalan St.Morino tak peduli dengab Kikan disebelahnya, ia tetap tertekuk, di
tatapi mata Mimin, ia hanya menoleh dingin pada Kikan, Kikan enggan bertanya,
“wajahmu tak kalah kusut dengan benang nenek tua.” Mimin hanya lontarkan senyum
sinis Kikan seketika diam, ada keheningan sesudahnya hingga mereka tiba
dipelataran cafe pagi itu.
to be continue
to be continue
Jumat, 04 April 2014
Senyum Hangat Mimin
Senyum Hangat Mimin
Terlihat Nibiru tak
lagi menghangatkan Mimin dan Kikan, Nibiru berubah menjadi kejam bagi Kikan,
tak akan ada senyum hangat Nibiru semua berubah menjadi dingin, angkuh. Tetap
saja Mimin dengan senyum getirnya mengumbar sebuah kebingungan untuk Kikan,
menambah pertanyaan bagi Kikan sore itu.
“Yah, ak ingin membual
dengan sejuta rasa penasaran tentang sore ini”. Lirih Kikan selara pergi
meninggalkan Mimin di pelataran kafe. Dengan mata yang sedikit enggan melirik,
dilihatnya Kikan pergi berlalu dari dirinya
“Andai kau tau maksud
dari raut wajahku” seru Mimin dalam batin.
Senja berlalu begitu
cepatnya, yang tersamarkan bersama sisa-sisa malam nan membosankan bagi Kikan.
Ada yang berbeda di pagi itu, saat Kikan membuka mata ada Mimin bediri tepat di
sampingnya, membawa sebuah senyum hangat, tetapi ruangan ini asing bagi Kikan,
kamar berukuran 3x3 yang biasanya ketika ia membuka mata kini ukuran itu
berubah menjadi 4x6 bernuansa putih, bau menyengat khas aroma Rumah Sakit, lama
ia merenung, ia ingin bertanya pada Ding
“kamu berada dirumah sakit ink” di iringi
senyum dari bibir Mimin.
Iya, Mimin memanggil Kikan Ink, sebaliknya
Kikan memanggil Mimin dengan sebutan Ding.
“Apa yang terjadi
padaku Ding?mengapa aku bisa sampai disini?apa....”
“Tak usah cerewet, diam
dan pergilah istirahat lagi, kau tampak layu dan kusut!” Mimin menyaut cepat,
tak ada lagi senyum dirautnya.
Dengan tatapan yang
penuh tanya, dirasakan tubuh Kikan memberi signal yang membuatnya enggan untuk
beranjak dari ranjang Rumah Sakit. Seolah tak ada tenaga untuk ia berucap lagi,
semua berasa mati.
Melihat Kikan
bmerasakan kelemahan dalam dirinya, Mimin bergegas memberi respon kepada Mimin
dengan menyodorkan segelas air bening, Mimin menuntun Kikan perlahan menguk
setetes air bening yang membuat dahaga sekilas hilang entah terbawa arus air
bening yang diteguknya, ataukah karena Mimin yang memuntunnya ataukah memang
dia kehausan, dirasakan getar dalam benak, jantungpun enggak berpacu dengan
detak jarum jam kamar itu, detak dan tek berlomba dengan kencangnya sampai
Mimin bisa merasakan detak jantung Kikan.
“Tak usah begitu,
hilangkan kecepatan detak jantugmu itu yang bisa membuatku takut, kembalikan
seperti semula,kasian jantungmu!” Kilas Mimin, seraya ia menyembunyikan detak
jantung yang sama seperti Kikan.
“Apa maksudmu?aku...aku
ini hanya kehausan makanya sampai jantungku berdetak secepat ini!” Kilah Kikan
cepat, dengan raut muka yang perlahan memerah dan pudar.
to be continue .......
biar Tuhanku
sajak ku enggan mengeja
berderet tertahan masih menumpuk
enggan mengoyak yang terkasih
biar,biar Tuhan bertindak
berderet tertahan masih menumpuk
enggan mengoyak yang terkasih
biar,biar Tuhan bertindak
untuk ia
ª∂a̲̅ yg bergeming
ª∂a̲̅ yg terpatri
saat ini
sejak 6bulan lalu
ia datang
ia bersapa
menggeliat ∂ï dadaku
gemuruh selalu setiap ku dengar lembut suaramu
tahukah km?km yang terpatri km yang terpahat ∂ï relungku terdalam,terpahat indah
ª∂a̲̅ yg terpatri
saat ini
sejak 6bulan lalu
ia datang
ia bersapa
menggeliat ∂ï dadaku
gemuruh selalu setiap ku dengar lembut suaramu
tahukah km?km yang terpatri km yang terpahat ∂ï relungku terdalam,terpahat indah
Langganan:
Postingan (Atom)