Kamis, 28 April 2016

mematikan yang kian brrderu
tak lagi bersua
berdiam bukan berarti senyap
hanya terasa kaku
pergi bukan untuk membenci
hanya rasa tak pernah meminta
beratahn bukan satu cara
meneriaki rasa pada dahan gugur
memanjakan diam yang tak bergeming
hai yang tak pernah datang

Rabu, 23 Maret 2016

hai derai bahagia
kau buat berderai malam ini
semacam duri yg tertusuk perlahan
mematikanku? mungkin iya
tapi tidak dengan rasaku
ak tetap ditempat
meski berderai
tanpa kau tahu

Senin, 26 Oktober 2015

yang tak tersentuh
tal berkawan
yang kian memudar perlahan 'ada debur disini
menekuni alunan deru
menyibak kediaman relung
yang pernah terdalam mengoyak bersama hempaan karang

Selasa, 20 Oktober 2015

aku menyebutnya merahsalju
tiap rekaan yang kian menyatu
rintihan yang selalu berpadu
melebur menjadi satu
ak selalu rindu
jangan berlalu

Rabu, 14 Oktober 2015

maruta menyayat yang tak lagi bergeliat
fakuaro yang kian menepi
menyibakkan yang tak lagi peduli
menembus yang tak lagi singgah
terkukuh yang tak lagi tersemai
pada dahan bahagia yang mengering
aku terbuai, terbuai bualan cemooh

Jumat, 07 Agustus 2015

Senja Sejingga Pantai Bengkung






Malang. Hai senja batu Lepek 21 Juli 2015 tepatmu pantai batu Bengkung. Senjamu sejingga temarammu hari itu, bukan lagi. Aku melihatmu dengan aksen penambah tepat dimataku, bukan lagi indah melainkan teramat indah. Gulungan dibawah langitmu seperti nyanyian merdu penghantar lelap, yang terpijak sebersih langitmu hari ini. Tapi tidak dengan pijakan menuju tempatmu yang siap mengucurkan segarnya didalam tubuhku. Hamparan hijau menambah warna pada lukisan mataku. Debur temanmu sungguh indah semakin kurasa, dengan nyanyian sepoi angin berhembus entah kemana arahnya. melayang segerombol tepat diatasku, mencari penghidupan di debur temanmu. Sungguh pemanjaan mataku hari ini, karunia Tuhan yang baru terasa kulihat. Hai lukisan dimataku ciptaanNya, terimakasih untuk pengobat indraku hari ini.

Kamis, 06 Agustus 2015

Senja dalam Temaram Jingga




           Temaram parafrase enggan menepi, memudar enggan, menghilang pun enggan. Entah bagaimana inginnya, seperti yang bukan tereka lagi. Masih pada senja yang sama menepikan yang tersamar, menepikan yang memudar perlahan, menepikan yang terlihat. Jingga elok Mudita senja dalam diam, bukan lagi. Senja bergeliat pada Fakuaro yang kian menjelma bersama malam.

Kisah yang tereka menepikan yang menerka, pada ia yang tak ingin lagi terlihat. Mati tak bernama, bersama nada kisah bersama mimpi. Lakuna pun masih terasa membayangkan yang tak bisa terbayang, entah bagaimana awalnya entah bagaimana akhirnya. Ia yang akan dijuluki derai bahagia sontak berubah bukan lagi. Bukan, ia bukan derai bahagia ia menghilang setelah pelangi datang kemarin sore. Saat menunggu senja yang tak lagi datang dengan keterasingan, aku sendiri.

to be continue . . .